Connect with us

Suara Difabel Mandiri (SDM)

Inklusifitas Mahasiswa Disabilitas di Universitas Brawijaya: Membuka Pintu Pendidikan Tanpa Batasan

Universitas Brawijaya

Artikel

Inklusifitas Mahasiswa Disabilitas di Universitas Brawijaya: Membuka Pintu Pendidikan Tanpa Batasan

Universitas brawijaya (UB) menyandang gelar sebagai kampus inklusi beberapa tahun belakangan ini. Penyandang disabilitas dapat diterima dengan baik serta dapat melakukan pembelajaran dengan semestinya. Apakah disabilitas mendapatkan hak sepenuhnya untuk berkuliah di universitas brawijaya?

Tidak banyak yang tahu bahwasannya UB membuka jalur masuk khusus penyandang disabilitas yaitu SMPD (Seleksi Mandiri Penyandang Disabilitas). Jalur masuk ini terdiri dari beberapa tahapan seleksi, Mulai pemberkasan hingga wawancara.

Kurangnya sosialisasi menjadi salah satu penyebabnya. Walaupun beberapa media menjelaskan mengenai SMPD yang juga dibuka di beberapa kampus ternama, nyatanya tidak semua lulusan disabilitas mengetahui hal tersebut. :Saya tahu dari sepupu bahwa UB telah ramah difabel” ujar Hriza mahasiswa jurusan HI.

Pemilihan kampus hingga urusan selalu menjadi problem tahunan para lulusan SMA/sederajat. Berikut ini merupakan hal-hal diluar ekspektasi disabilitas saat berkuliah di Universitas Brawijaya:

Terdapat Layanan Pendampingan Khusus Disabilitas

Seperti halnya kampus bergelar inklusi lainnya, UB tentu memiliki Pusat Layanan Disabilitas (PLD) yang beberapa tahun belakangan sering sekali berganti nama dari mulai PSLD, PLD, dan SLD. Layanan yang diberikan juga beraneka ragam tergantung kebutuhan akademik mahasiswa disabilitas.

Layanan utama yang diberikan adalah pendampingan terhadap mahasiswa disabilitas dari kelas ke kelas. Selain itu, PLD UB juga sering kali mengadakan seminar dan webinar untuk menambah wawasan baik terkait kebutuhan perkuliahan hingga ketenagakerjaan.

Keberadaan Fasilitas Ramah Disabilitas di Setiap Fakultas

Kebutuhan besar seorang disabilitas adalah bagaimana ketersediaan fasilitas yang menunjang mobilitas telah terpenuhi. Fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas fisik dan non-fisik yang telah dijelaskan dengan rinci di beberapa media resmi UB.

Fasilitas fisik tersebut keberadaannya belum menyeluruh di setiap fakultas. Seperti tidak adanya lift menyulitkan pengguna kursi roda yang hendak kelas atau kegiatan diluar akademik pada gedung-gedung bertingkat.

Hal ini juga terjadi pada fasilitas non-fisik yang sering kali tidak beroperasi karena sumber daya manusia tidak memenuhi. Bayangkan saja disabilitas tuli mengikuti kegiatan perkuliahan tanpa adanya Juru Bahasa Isyarat (JBI) sedangkan dosen menerangkan tanpa PPT atau media visual lainnya.

Media Pembelajaran Telah Ramah Disabilitas

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ada kalanya terdapat dosen yang tidak menggunakan media pembelajaran yang semestinya untuk disabilitas. Belum lagi keluhan mahasiswa mengenai dosen yang memberikan penugasan diluar kemampuan fisik atau sensorik disabilitas.

Dosen sendiri telah mendapatkan pelatihan bagaimana menghadapi disabilitas saat di kelas. Metode belajar, media pembelajaran serta penugasan yang ramah bagi disabilitas telah terlekat bagi beberapa dosen yang sering kali mendapatkan mahasiswa disabilitas.

Oleh karena itu, bagaimana komunikasi yang baik antar mahasiswa serta dosen menjadi hal utama bagi disabilitas dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.

Minimnya Perundungan Terhadap Disabilitas

Menjadi minoritas sering kali menyulut beberapa oknum untuk bertindak kejahatan. Namun, dengan adanya tujuan menempuh pendidikan tinggi ini menjadikan mahasiswa lebih ramah terhadap penyandang disabilitas.

Mahasiswa disabilitas beberapa mengeluh terhadap interaksi sosialnya yang kurang baik dengan non-disabilitas. Ada kalanya disabilitas tidak mendapatkan bantuan karena terhambat komunikasi yang tidak hanya dirasakan oleh disabilitas tuli.

Hal tersebut dapat terjadi karena tidak semua non-disabilitas pernah berinteraksi langsung dan mengerti cara berinteraksi dengan disabilitas. walaupun, saat OSPEK telah diberikan materi terkait disabilitas. Padahal bersosial sangat penting untuk menempuh perkuliahan dengan semestinya untuk disabilitas.

Konklusi

Didukung dengan adanya fasilitas serta layanan yang inklusi tidak menutup celah kesulitan disabilitas dalam melakukan perkuliahan. Oleh karena itu, komunikasi yang baik terhadap teman maupun dosen menjadi poinn utama bagaimana terciptanya suasana pembelajaran yang inklusi. Adanya gelar kampus inklusi, diharapkan dapat menjadi contoh bagi kampus-kampus lain dalam menangani mahasiswa disabilitas. Dengan begitu, harmonisasi dan keadilan sosial dapat dicapai oleh siapapun.

Penulis : Ivas Salsabilla

Editor : Rizky Ramadhani

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Artikel

To Top